Jika kita renungkan konteks waktu dan latar peristiwa ini, sesungguhnya Sumpah Pemuda ini merupakan hal yang sangat revolusioner. Bayangkan, pada 1928, saat negara bahkan belum terbentuk, pemuda-pemudi yang jelas berbeda secara penampilan fisik, bahasa, maupun budaya bisa menyatakan diri bahwa mereka adalah satu bangsa.
Hal ini didasari semangat senasib sepenanggungan di bawah penjajahan Belanda, dan kesadaran bahwa persatuan merupakan hal yang mutlak demi tercapainya kemerdekaan. Padahal, pada saat itu, pemuda Sumatera mungkin lebih berbeda dengan pemuda Jawa dibandingkan dengan pemuda Malaysia, dan pemuda Sulawesi mungkin lebih berbeda dengan pemuda Bali dibandingkan pemuda Filipina.
Di era tersebut, tentu kemajuan teknologi masih jauh dari saat ini. Teknologi komunikasi dan informasi masih terbatas. Begitu pula dengan transportasi dan infrastruktur. Namun, semua keterbatasan tersebut tidak menghalangi mereka untuk mengorganisasi pertemuan-pertemuan, membahas gagasan, dan mengolaborasikan ide-ide, yang akhirnya menjadi tonggak pergerakan pemuda sehingga kemerdekaan dapat tercapai.
Di era kemajuan teknologi ini, para pemuda dapat melakukan berpuluh-puluh kali lipat lebih baik dibandingkan para pendahulunya di awal abad 20. Tingginya akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi, serta mudahnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain membuat berkumpul, berdiskusi, dan bertukar gagasan lebih mudah.
Begitu juga dengan kolaborasi dan implementasi ide-ide tersebut. Dengan iklim yang seperti ini, pergerakan bisa terjadi secara masif di banyak titik di seluruh Nusantara.
Perubahan zaman dan kemajuan teknologi, selain membawa kesempatan baru, juga memiliki ancamannya tersendiri. Tersedianya ruang-ruang publik di dunia virtual membuat mudahnya orang-orang yang memiliki nilai dan pandangan yang berbeda bertemu. Hal ini rentan memicu konflik antara kelompok masyarakat, tak terkecuali pemuda.
Selain itu, adanya games online dan konten-konten yang menarik di internet seperti video, lagu, dan lain-lain dapat menurunkan minat pemuda untuk bersosialisasi dan melakukan kegiatan dengan pemuda-pemuda lainnya di dunia nyata. Jika hal ini tidak diantisipasi, kemajuan teknologi, alih-alih menjadi katalisator, justru bisa menjadi ancaman bagi persatuan dan pergerakan pemuda.
Di tahun politik ini, kita dapat melihat bagaimana media sosial membuka ruang-ruang pertikaian bagi mereka yang berbeda pilihan politik. Dahulu, di kala media sosial belum secara masif diakses seluruh lapisan masyarakat, hal ini tidak terjadi.
Pertengkaran akibat politik umumnya hanya terjadi di kalangan elite, baik di skala nasional maupun elite-elite di daerah. Saat ini pertengkaran akibat masalah politik dapat terjadi mulai dari lapisan paling bawah hingga atas masyarakat. Mulai dari remaja hingga yang telah lanjut usia. Mulai dari ibu rumah tangga hingga pengusaha.
Beberapa tahun belakangan ini sudah lumrah rasanya melihat perdebatan virtual antarkeluarga, teman, atau bahkan suami-istri akibat masalah politik. Jika hal ini dibiarkan, ikatan antaranak bangsa akan rapuh, dan tinggal tunggu waktu hingga bangsa ini benar-benar terpecah.
Kaum muda setidaknya memiliki tiga keunggulan yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah-masalah ini. Pertama, kaum muda saat ini memiliki tingkat pendidikan yang cenderung lebih tinggi dari kelompok golongan usia lainnya.Dengan tingginya edukasi ini, pemuda dapat lebih mudah mengidentifikasi kabar bohong (hoaks), dan memberikan pencerahan bagi kelompok masyarakat lainnya. Tingginya pendidikan juga membuat pemuda lebih peka jika ada pihak-pihak yang berusaha melakukan provokasi. Kedua, pemuda saat ini lebih tech-savvy, atau lihai dalam menghadapi perkembangan teknologi. Setiap ada perangkat dengan spesifikasi yang lebih mutakhir, pasti pemuda yang terlebih dahulu berlomba-lomba memilikinya. Setiap ada aplikasi terbaru, pemuda jugalah yang lebih dahulu menggunakannya.
Dengan lebih dahulunya pemuda mengadaptasi teknologi-teknologi terbaru, pemuda dapat mengantisipasi lebih dahulu potensi-potensi konflik apa yang mungkin terjadi dengan munculnya ihwal tersebut. Jika pemuda lebih peka membaca potensi-potensi ini, pemuda pun dapat memikirkan solusi dari permasalahan tersebut dan melakukan sesuatu sebelum hal tersebut benar-benar terjadi.
Ketiga, pemuda di seluruh dunia memiliki kecenderungan untuk lebih open minded atau berpikiran terbuka dari kelompok masyarakat yang berusia lebih lanjut. Pemuda cenderung lebih dapat menerima perbedaan dan ide-ide baru karena pemuda kebanyakan belum memiliki suatu pandangan yang keras atas ihwal tertentu. Hal ini jika dioptimalkan akan memudahkan ada diskusi antarpihak yang berbeda pandangan, baik karena perbedaan suku, agama, politik, maupun perbedaan lainnya.
Di tahun politik ini, momen Sumpah Pemuda merupakan saat yang tepat untuk kembali mengangkat semangat persatuan yang sempat terpecah pascapemilu. Pemuda, yang memiliki keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki kelompok masyarakat lainnya di atas, dapat bertindak sebagai agen perubahan, yang membawa lagi semangat persatuan yang pernah digelorakan oleh para pendahulu kita pada 1928.
Momen peringatan Sumpah Pemuda tahun ini juga bertepatan dengan terbentuknya pemerintahan baru. Saya mengimbau untuk para pemuda membangkitkan lagi semangat kepemudaan dengan cara berpartisipasi sesuai bidangnya masing-masing dalam membangun bangsa. Gencarkan lagi diskusi-diskusi publik dan kolaborasi antarkelompok pemuda.
Gaungkan lagi gerakan-gerakan kreatif dan inovatif yang dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan bangsa. Manfaatkan kemajuan teknologi yang ada untuk membuat gebrakan-gebrakan baru yang mengguncang dunia.
Saya percaya, pemuda Indonesia masa kini dapat membuat perubahan-perubahan yang luar biasa, dan membanggakan para pendahulu kita sembilan dekade yang lalu. Salam Sumpah Pemuda!
Leave a comments